Niat
Jika sholat fardhu, maka wajib menyengaja melakukannya dan menentukan namanya. Pendapat yang ashah: wajib meniatkan “fardhu”, tidak menyerahkannya pada Allah, dan sah shalat ada’ dengan niat qadha demikian juga sebaliknya.
Dalam sholat sunnah/nafilah yang mempunyai waktu atau sebab tertentu, tatacara niatnya sebagaimana dalam sholat fardhu. Dalam meniatkan “sunnah” ada dua wujuh, pendapatku: yang shohih tidak disyaratkan berniat “sunnah”, wallahu a’lam.
Dalam sholat sunnah mutlak, cukup berniat mengerjakan sholat.
Niat itu dengan hati, dan disunnahkan mengucapkannya sesaat sebelum takbir.
(Hadits No. 1)
Takbiratul Ihram
Tentu bagi yang mampu: “Allahu Akbar”. Tidak mengapa tambahan yang tidak menghalangi nama “takbir”, seperti “Allahul Akbar”, demikian juga “Allahul Jaliilu Akbar” menurut yang ashah. Tidak boleh “Akbarullah” menurut yang shahih.
Bagi yang tidak mampu, boleh diterjemahkan, dan wajib untuk belajar jika mampu.
Sunnah mengangkat kedua tangan saat takbir di depan pundak. Pendapat yang ashah: mengangkat tangan bersamaan dengan memulai takbir.
Wajib membarengkan niat dengan takbir, dan dikatakan: cukup dengan awal takbir.
(235-238)
Berdiri pada sholat fardhu bagi yang mampu.
Syaratnya: Menegakkan tulang punggung. Jika membungkuk atau miring hingga tidak bisa disebut berdiri, maka tidak sah.
Jika tidak mampu tegak hingga jadi seperti orang ruku’, menurut pendapat yang shohih: tetap berdiri (membungkuk) seperti itu. Ketika ruku’, tambah membungkuk lagi jika mampu.
Seandainya seseorang mampu berdiri tetapi tidak mampu ruku’ dan sujud, dia tetap berdiri serta melakukan ruku’ dan sujud sebatas kemampuannya.
Jika tidak mampu berdiri, maka duduk sebisanya. Tetapi duduk iftirasy lebih utama dari bersila menurut pendapat yang adhhar. Makruh duduk iq’a, yaitu duduk di atas paha, tegak lututnya, kemudian ketika ruku’ membungkuk hingga dahinya di depan lututnya; yang lebih sempurna: sampai ke tempat sujud.
Jika tidak mampu duduk, maka berbaring dengan lambung kanan. Jika tidak mampu, maka dengan terlentang.
Bagi yang mampu, sholat sunnah dengan duduk. Juga dengan terlentang menurut pendapat yang ashah.
Membaca.
Disunnahkan membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram, kemudian ta’awudz, keduanya dibaca lirih (sirr). Membaca ta’awudz pada tiap rekaat menurut pendapat madzhab, yang pertama lebih ditekankan lagi.
Dan tentu pasti membaca Al Fatihah tiap rekaat, kecuali rekaatnya masbuq. Basmalah termasuk Al Fatihah, demikian juga semua tasydid termasuk Al Fatihah.
Jika huruf dhod (ض) diganti dengan zha (ظ), maka tidak sah menurut pendapat yang ashah.
Wajib urut dan berturut-turut (tersambug). Jika tersisipi dzikir, maka terputuslah ketersambungannya. Jika dzikir itu terkait dengan sholat, seperti bacaan “amin” setelah fatihahnya imam, maka tidak terputus menurut pendapat yang ashah. Diam yang lama juga memutuskan ketersambungan. Demikian juga diam sebentar jika bermaksud memutus bacaan, menurut pendapat yang ashah.
Jika belum bisa membaca Al Fatihah, maka membaca tujuh ayat lain (yang dia bisa) yang berurutan, jika tidak mampu maka ayat-ayat yang terpisah-pisah.
Pendapatku: Menurut yang ashah yang dinashkan: boleh ayat yang terpisah-pisah sesuai urutan yang dia hafalkan, wallahu a’lam.
Jika tidak mampu, maka boleh dengan dzikir. Ayat atau dzikir pengganti (jumlah hurufnya) tidak boleh kurang dari jumlah huruf Al Fatihah menurut pendapat yang ashah.
Jika tidak tahu apa-apa, maka cukup diam dalam waktu yang setara dengan membaca Al Fatihah.
Disunnahkan setelah Al Fatihah membaca “aamiin”, dengan mim tanpa tasydid dan alifnya dibaca panjang (mad), boleh juga dibaca pendek. Membaca “aamiin” bersamaan dengan imam dan dibaca keras menurut pendapat yang adhhar.
Disunnahkan membaca surat lain setelah Al Fatihah, kecuali pada rekaat ketiga dan keempat menurut pendapat yang adhhar.
Pendapatku: Untuk makmum masbuq, tetap membaca surat lain pada rekaat ketiga dan keempat menurut nash, wallahu a’lam.
Makmum tidak membaca surat lain, akan tetapi mendengarkan imam. Jika posisinya jauh dari imam atau sedang dalam sholat sirr, maka tetap membaca surat lain menurut pendapat yang ashah.
Disunnahkan pada sholat subuh dan dhuhur untuk membaca surat “thiwalul mufasshol” (surat pendek yang agak panjang). Pada sholat Ashar dan Isya’ separuhnya. Pada sholat maghrib, surat yang pendek. Pada sholat subuh hari Jum’at: surat As Sajdah, rekaat kedua surat Al Ghasiyah.
Ruku’
Minimal: membungkuk hingga telapak tangan sampai ke lutut, dengan tumakninah hingga ada jeda antara gerakan naik dengan turunnya, tanpa ada maksud lain selain ruku’. Seandainya dia bergerak turun dengan maksud sujud tilawah, kemudian dia ubah gerakan itu menjadi ruku’, maka tidak mencukupi.
Yang lebih sempurna: punggung dan leher rata, betis tegak, tangan memegang lutut, jari-jari membuka agar menghadap kiblat; bertakbir ketika mulai turun (untuk ruku’), serta mengangkat tangan seperti saat takbiratul ihram; dan mengucapkan “subhana rabbiyal adhim” tiga kali, imam tidak menambah bacaan, sedangkan munfarid menambah “Allahumma laka raka’tu wa bika amantu wa laka aslamtu, khasya’a laka sam’iy wa bashariy wa mukhkhiy wa adhmiy wa ‘ashabiy, wa ma istaqallat bihi qadamiy”.
I’tidal
I’tidal berdiri tumakninah, tidak ada maksud lain selain i’tidal, sendainya bergerak naik karena kaget, maka tidak mencukupi.
Disunnahkan mengangkat tangan bersamaan dengan mengangkat kepala sambil mengucap “sami’allahu liman hamidah”. Ketika sudah tegak mengucapkan “Rabbana lakal hamdu mil’us samawati wa mil’ul ardhi wa mil’u ma syi’ta min syain ba’du”. Bagi munfarid menambah “ahluts tsana’i wal majdi, ahaqqu ma qalal ‘abdu, wa kulluna laka ‘abdun, la mani’a lima a’thoita, wa la mu’thiya lima mana’ta, wa la yanfa’u dzal jadii minkal jaddu”.
Disunnahkan qunut pada i’tidal rekaat kedua sholat subuh, yaitu mengucapkan “Allahumma ihdiniy fi man hadaita….” sampai selesai. Doa imam menggunakan lafal jama’. Menurut pendapat yang shahih: disunnahkan bersholawat kepada Rasulullah SAW pada akhir qunut, mengangkat tangan, tidak mengusap wajah, imam membaca qunut dengan keras, makmum mengaminkan doa dan ikut membaca puji-pujian. Jika tidak bisa mendengar, maka makmum ikut membaca qunut.
Disyariatkan qunut nazilah pada semua sholat wajib saat terjadi musibah, tidak mutlak menurut pendapat yang masyhur.
Sujud
Minimal: Sebagian dahi menyentuh tempat sholat. Jika sujud di atas barang yang tersambung dengannya, boleh selama barang itu tidak bergerak mengikuti gerakannya.
Tidak wajib meletakkan tangan, lutut, dan telapak kaki menurut pendapat yang adhhar.
Pendapatku: menurut pendapat yang adhhar, wajib, wallahu a’lam.
Wajib tumakninah dan berat kepalanya mencapai tempat sujud, beratnya tidak condong ke yang lain. Seandainya dia terjatuh (nyungsep) dengan wajahnya, wajib kembali i’tidal. Bagian tubuh bawah terangkat lebih tinggi dari bagian atas, menurut pendapat yang ashah.
Yang lebih sempurna: bertakbir saat bergerak turun tanpa mengangkat tangan, meletakkan lutut kemudian tangan kemudian dahi dan hidung, kemudian mengucapkan “subhana rabbiyal a’la” tiga kali. Munfarid menambahkan: “Allahumma laka sajadtu wa bika amantu wa laka aslamtu, sajada wajhiya lilladzi khalaqahu wa shawwarahu, wa syaqqa sam’ahu wa basharahu, tabarakallahu ahsanul khaliqin”. Meletakkan tangan sejajar dengan pundak. Meluruskan jari-jari, merapatkannya ke arah kiblat. Memisahkan dua lutut, mengangkat perut dari menempel ke paha. Memisahkan siku dari lambung dalam ruku’ dan sujud, bagi perempuan dan banci menempelkan siku dan lambung.
Duduk di antara dua sujud dengan tumakninah
Wajib: tidak ada maksud lain ketika bergerak naik selain duduk; tidak memperpanjang waktunya, demikian juga ketika i’tidal.
Yang lebih sempurna: bertakbir dan duduk iftirasy, meletakkan tangan dekat dengan lutut, meluruskan jari-jari, mengucapkan “Rabbighfirliy warhamniy wajburniy warfa’niy warzuqniy wahdiniy wa’afiniy”.
Kemudian sujud kedua seperti yang pertama tadi.
Pendapat yang masyhur: sunnah duduk sebentar setelah sujud kedua pada tiap rekaat yang langsung berdiri setelah sujud.
Tasyahud.
Duduk tasyahud.
Sholawat kepada Nabi SAW.
Tasyahud dan duduknya saat sebelum salam adalah rukun (tasyahud akhir), jika bukan sebelum salam maka sunnah (tasyahud awa). Boleh bagaimanapun cara duduknya.
Sunnah pada tasyahud awal: duduk iftirasy, yaitu duduk di atas mata kaki kiri, menegakkan telapak kaki kanan dan meletakkan ujung jari-jari menghadap kiblat.
Sunnah pada tasyahud akhir: duduk tawaruk, yaitu seperti duduk iftirasy akan tetapi telapak kaki kiri dikeluarkan ke arah kanan, serta menempelkan pangkal paha ke lantai.
Menurut pendapat yang ashah: duduk iftirasy bagi makmum masbuq dan orang yang lupa.
Pada duduk tasyahud awal dan akkhir: tangan kiri diletakkan di dekat lutut, jari-jari diluruskan tanpa dirapatkan.
Pendapatku: menurut pendapat yang ashah, dirapatkan, wallahu a’lam.
Pada tangan kanan kelingking dan jari manis menggenggam. Demikian juga jari tengah menurut pendapat yang adhhar. Telunjuk dilepaskan, kemudian diangkat ketika mengucap “illallah”, tidak menggerak-gerakkannya. Menurut pendapat yang adhhar: mengumpulkan jempol dengan dengan telunjuk seperti membuat angka lima puluh tiga.
Sholawat kepada Nabi SAW itu fardhu pada tasyahud akhir; menurut pendapat yang adhhar: sunnah pada tasyahud awal.
Tidak disunnahkan tambahan ‘ala aali’ pada tasyahud awal menurut pendapat yang shahih, tetapi disunnahkan pada tasyahud akhir, dan dikatakan: wajib.
Lebih sempurnanya tasyahud telah masyhur.
Minimal: “Attahiyyatu lillah, salamun ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh, salamun ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahis shalihin, asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasulullah”. Dan dikatakan: tanpa “wa barakatuh” dan “shalihin”, dan berkata “wa anna muhammadan rasuluh”.
Pendapatku: menurut pendapat yang ashah: “wa anna muhammadan rasulullah”, kalimat ini ditetapkan dalam shahih Muslim, wallahu a’lam.
Minimal sholawat kepada Nabi SAW dan keluarganya: “Allahumma sholli ‘ala muhammadin wa ‘ala aalihi”, sedangkan tambahan sampai “hamidun majid” adalah sunnah pada tasyahud akhir; demikian juga doa sesudahnya, doa yang ma’tsur (diriwayatkan) itu lebih afdhal (utama), di antaranya: “Allahumma ighfir liy qaddamtu wa ma akhkhartu...” sampai selesai.
Disunnahkan tidak menambah doa lebih panjang daripada gabungan tasyahud dan sholawat kepada Nabi SAW.
Orang yang tidak bisa tasyahud dan sholawat, maka diterjemahkan. Dan diterjemahkan doa dan dzikir yang sunnah bagi orang yang tidak bisa dan tidak mampu, menurut pendapat yang ashah.
Salam.
Minimal: “assalamu ‘alaikum”, menurut pendapat yang ashah: boleh “salamun ‘alaikum”.
Pendapatku: menurut pendapat yang ashah yang dinashkan: tidak boleh, wallahu a’lam.
Tidak wajib berniat keluar/selesai.
Yang lebih sempurna: “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi” dua kali, ke kanan dan ke kiri. Menoleh yang pertama sampai terlihat pipinya yang kanan, dan yang kedua sampai terlihat pipinya yang kiri. Berniat mengucap salam kepada malaikat, manusia dan jin yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Imam berniat mengucap salam kepada yang mengikutinya (makmum). Dan para makmum berniat membalas salam imam.
Tertib/urut rukun-rukunnya sebagaimana yang telah kami sebutkan.
Apabila meninggalkan urutan dengan sengaja, misal sujud sebelum ruku’, maka batal sholatnya. Jika karena lupa, maka gerakan setelah rukun yang ditinggalkan jadi sia-sia. Jika dia ingat sebelum sampai gerakan yang salah, maka dia kembali melakukan gerakan yang benar. Apabila tidak ingat, maka rekaatnya telah sempurna dengan apa yang telah dikerjakan itu, kemudian dia menyelesaikan sisa sholatnya. Jika pada akhir sholat dia yakin telah meninggalkan sujud terakhir, maka dia bersujud kemudian mengulangi tasyahud; atau yakin telah meninggalkan satu sujud bukan pada rekaat terakhir, maka wajib baginya mengulang satu rekaat; demikian juga jika ragu-ragu tentang rekaat.
Jika saat berdiri pada rekaat kedua dia ingat telah meninggalkan satu sujud, jika tadi dia duduk setelah sujud, maka dia langsung mengulang sujud, – (Dan dikatakan: jika dia duduk dengan niat duduk istirahah, maka hal itu tidak mencukupi) – , jika tidak duduk setelah sujud, maka dia duduk dulu dengan tumakninah kemudian baru sujud, dan dikatakan: cukup sujud saja.
Jika pada rekaat keempat dia ingat telah meninggalkan dua sujud atau tiga sujud, tetapi dia lupa di rekaat ke berapa, maka wajib menambah dua rekaat. Atau telah meninggalkan empat sujud, maka dia sujud kemudian menambah dua rekaat. Atau meninggalkan lima atau enam sujud, maka menambah tiga rekaat. Atau meninggalkan tujuh sujud, maka dia sujud kemudian menambah tiga rekaat.
Pendapatku: disunnahkan selalu memandang ke arah tempat sujud, – dikatakan: makruh memejamkan mata; menurutku: tidak makruh jika tidak takut bahaya, – dan (disunnahkan) khusyu’ (khidmat) dan mentadabburi (memikirkan) bacaan Al Qur’an dan dizikir, dan memasuki sholat dengan semangat dan hati yang lapang, dan tangan diletakkan di bawah dada, tangan kanan memegang tangan kiri, berdoa pada saat sujud, bersandar pada kedua tangan saat berdiri dari sujud dan duduk, lebih memanjangkan bacaan surat pada rekaat pertama daripada rekaat kedua menurut pendapat yang ashah, berdzikir setelah sholat , dan ketika sholat sunnah, berpindah dari tempat sholat fardhunya, yang paling afdhal: berpindah ke rumahnya, dan jika para wanita sholat di belakangnya, dia diam dulu sampai para wanita pergi, dan pergi ke arah yang dia butuhkan (sesuai hajatnya), jika tidak ada hajat, maka ke arah kanan.
Maka telah selesai kewajiban mengikuti imam ketika imam mengucap salam. Bagi makmum hendaknya menyibukkan diri dengan dengan doa dan semisalnya kemudian bersalam, jika imam memendekkan bacaan sebelum salam, maka dia bersalam dua kali, wallahu a’lam.