Minggu, 09 Desember 2018

Syarat Sah Sholat Menurut Madzhab Syafi'i (Terjemah dari Minhajut Thalibin)


BAB SYARAT-SYARAT SHOLAT
Syarat-syarat sholat ada lima:
  1. Mengetahui waktu.
  2. Menghadap kiblat.
  3. Menutup aurat.
    Aurat laki-laki: bagian tubuh antara pusar dan lutut; seperti itu pula bagi budak menurut pendapat yang ashah. Aurat perempuan merdeka: semua tubuh selain wajah dan telapak tangan1.
    Syarat menutup aurat: apa saja yang bisa menghalangi terlihatnya warna kulit, meskipun hanya tanah atau air yang keruh.
    Menurut pendapat yang ashah: wajib berlumuran tanah bagi orang yang tidak punya baju.
    Wajib menutup bagian atas dan samping, tidak bagian bawah. Kalau saat ruku’ atau saat lain aurat terlihat dari leher baju (kerah), maka tidak cukup, hendaknya dia mengancingkan atau mengencangkan (mengikat) bagian tengahnya. Wajib untuk menutup sebagian aurat yang terlihat dengan tangan menurut pendapat yang ashah. Jika dia hanya mendapatkan penutup yang hanya cukup untuk dua aurat2 (qubul dan dubur), maka dipakai untuk menutup keduanya. Jika hanya cukup untuk salah satunya, maka ditutup qubulnya; dikatakan: ditutup duburnya; dikatakan: boleh dipilih di antara keduanya.
  4. Suci dari hadats.
    Jika dia dikalahkan oleh hadats, maka batal sholatnya; dalam qaul qadim: tidak batal3. Dua pendapat itu berlaku bagi semua pembatal sholat yang menimpa tanpa pengurangan, dalam keadaan sulit menolak pembatal itu. Jika memungkinkan dalam keadaan angin menyingkap auratnya kemudian dia tutupi, maka tidak batal. Jika tidak mampu menolaknya misal khuffnya jadi longgar ketika sholat, maka batal.
  5. Sucinya pakaian, badan dan tempat dari najis.
    Apabila tidak jelas suci atau najis,hendaknya dia berijtihad. Seandainya najis sebagian pakaian atau badannya akan tetapi dia tidak tahu4, maka wajib membasuh/mencuci keseluruhannya. Seandainya dia menyangka najis itu di bagian tepinya, maka tidak cukup membasuh bagian tepi itu saja menurut pendapat yang shahih. Seandainya dia membasuh setengah najis, kemudian membasuh setengah sisanya, maka menurut pendapat yang ashah: bahwa jika dia membasuh sisanya yang bersebelahan/berdampingan, maka jadi suci seluruhnya; jika tidak demikian, maka jadi tidak berdampingan5.
    Tidak sah sholat seseorang yang sebagian pakaiannya menyentuh najis meskipun pakaian itu tidak bergerak bersama gerakannya6; demikian juga orang yang memegang ujung sesuatu7 yang ada najisnya jika sesuatu itu bergerak mengikuti gerakan orangnya, demikian pula jika tidak bergerak menurut pendapat yang ashah; seandainya dia jadikan ujung sesuatu itu di bawah kakinya, maka sah sholatnya secara mutlak. Tidak mengapa najis yang ada di depan dadanya ketika ruku’ dan sujud menurut pendapat yang shahih.
    Sendainya tersambung tulangnya8 dengan bahan najis ketika tidak ada bahan yang suci, maka dimaafkan. Jika tidak demikian9, wajib melepaskannya jika dia tidak takut adanya bahaya yang nyata – dikatakan: bahkan jika takut10. Jika orang itu meninggal, tidak usah dilepas menurut pendapat yang shahih.
    Dimaafkan tentang tempat istijmarnya; seandainya dia membawa alat istijmar maka batal sholatnya menurut pendapat yang ashah.
    Tanah jalan raya yang diyakini najisnya, dimaafkan karena sulitnya menjaganya dari najis secara umum. Berbeda-beda11 (tentang yang dimaafkan) sesuai waktu dan tempatnya dari kondisi pakaian dan badan12.
    Dimaafkan sedikit darah kutu, kotoran(tahi) lalat, menurut pendapat yang ashah: tidak dimaafkan jika banyak, demikian pula yang sedikit tapi menyebar bersama keringat, ukuran banyak itu sesuai dengan adat kebiasaan.
    Pendapatku: pendapat yang ashah menurut para muhaqqiq: dimaafkan secara mutlak. Wallahu a’lam.
    Darah jerawat seperti darah kutu, dan dikatakan: jika diperas, maka tidak (dimaafkan).
    Bisul, luka, tempat pisau lancip, dan bekam, maka dikatakan: seperti jerawat. Menurut pendapat yang ashah: jika yang seperti itu terus menerus secara umum, maka seperti istihadhah13; jika tidak maka seperti darah ajnabi, tidak dimaafkan; dan dikatakan: dimaafkan kalau sedikit.
    Pendapatku: menurut pendapat yang ashah: itu semua seperti jerawat, menurut yang adhhar: dimaafkan atas darah ajnabi yang sedikit, wallahu a’lam.
    Nanah, dan nanah bercampur darah, hukumnya seperti darah. Demikian juga cairan luka, cairan kulit melepuh yang ada udaranya, demikian juga yang tidak ada udaranya menurut pendapat yang adhhar.
    Pendapatku: pendapat madzhab: (yang tidak ada udaranya) itu suci, wallahu a’lam.
    Seandainya seseorang sholat dengan najis, tetapi dia tidak mengetahuinya, wajib mengqadha menurut qaul jadid. Jika dia mengetahuinya, kemudian lupa, wajib qadha menurut pendapat madzhab.
1termasuk bagian atas (punggung tangan) dan bawah (telapak tangan) sampai pergelangan tangan. (At Tuhfah: 2/112).
2qubul dan dubur. (At Tuhfah: 2/116)
3karena udzur dikalahkan (tidak mampu menahan) hadats. (Kanzur Raghibin: 1/198)
4(tidak tahu) di bagian mana dari pakaian atau badan. (At Tuhfah: 2/122)
5bagian yang berdampingan sisanya (tetap) najis (Kanzur Raghibin: 1/200)
6seperti ujung ‘imamah yang menyentuh najis tanpa bergerak atau dengan bergerak (Kanzur Raghibin: 1/200)
7seperti tali (Kanzur Raghibin: 1/200)
8karena patah dan butuh dengan sambungannya (Kanzur Raghibin: 1/200)
9maksudnya: jika dia menyambung dengan bahan najis, padahal ada bahan suci yang baik, atau tidak butuh pada sambungan itu. (Mughnil Muhtaj: 1/293)
10wajib melepaskannya juga meskipun takut bahaya yang nyata, karena hal itu adalah pelanggaran. (Mughnil Muhtaj: 1/293)
11tentang yang dimaafkan. (Mughnil Muhtaj: 1/295)
12dimaafkan (najis yang sulit menjaganya) pada musim dingin, pada ujung pakaian, pada telapak kaki; tidak dimaafkan pada musim panas, yang di tangan, pada lengan baju. (At Tuhfah: 2/130).
13Maka wajib menyumbat dan membalutnya sebagaimana penjelasan tentang istihadhah. Adapun darah yang keluar setelah itu, maka dimaafkan. (At Tuhfah: 2/134)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar